Kamis, 24 Oktober 2013

Perencanaan Pembelajaran

PENDEKATAN SISTEM DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN A. PENGERTIAN SISTEM Menurut etimologi pendekatan sistem lebih menekan padaprosedurnya dengan mendefinisikan sistem sebagai suatu jaringankerja dari prosedur – prosedur yang saling berhubungan,berkumpul bersama -sama untuk melakukan kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu, yang dimaksud adalah alat – alat pengendalian sosial untuk melanggengkan dalam system pengendalian.Sistem menurut terminologi adalah pendekatan sistem yang lebih menekan pada elemen atau komponennya, dengan mendefinisikan sistem yaitu kumpulan dari elemen – elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sistem merupakan satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem mempunyai tiga ciri, yaitu: 1. Setiap sistem memiliki tujuan 2. Setiap sistem memiliki fungsi 3. Setiap sistem memiliki komponen  Sistem pembelajaran Sistem pembelajaran adalah suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.  Manusiawi ; guru, siswa, serta orang-orang yang mendukung pembelajaran  Material; berbagai bahan pelajaran yang dapat disajikan sebagai sumber belajar  Fasilitas dan perlengkapan; segala sesuatu yang dapat mendukung terhadap jalannya proses pembelajaran  Prosedur; kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran.  Konsep Sistem Istilah sistem meliputi spektrum konsep yang sangat luas. Sebagai misal, seorang manusia, organisasi, mobil, susunan tata surya dan sekolah merupakan suatu sistem. Contoh-contoh tersebut memiliki batasan-batasan tersendiri yang satu sama lain berbeda. Meskipun demikian terdapat kesamaan dari segi prosesnya dalam hal ini terdapat masukan dan menghasilkan keluaran. Itulah sebabnya pengertian sistem tidak lain adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang saling berinteraksi secara fungsional yang memperoleh masukan menjadi keluaran. B. TUJUAN SISTEM Tujuan merupakan komponen penting dalam sistem pembelajaran, karena tujuan mengandung arah pembelajaran. Tujuan menentukan kondisi siswa yang ingin dibentuk melalui proses tersebut. Tujuan dalam proses pembelajaran menempati posisi yang sangat penting, bagaikan jantung pada tubuh manusia. Ia merupakan komponen yang pertama dan utama dalam sistem pembelajaran. Indonesia, saat ini dengan KTSP nya mejadikan kompetensi sebagai tujuan, artinya bahwa tujuan yang diharapkan adalah siswa dapat menguasai sejumlah kompetensi yang tergambar dalam kompetensi dasar maupun dalam standar kompetensi.  kriteria yang mempengaruhi system pembelajaran  Faktor guru Dalam sistem pembelajaran, guru berperan sebagai perencana (planer) atau desainer (desainer) pembelajaran, sebagai implementator atau mungkin sebagai keduanya. Dalam melaksanakan perannya sebagai implementator rencana dan desain pembelajaran bukan hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarinya akan tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas guru.  Faktor Siswa Faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dari aspek siswa terdiri dari: • Pupil formative experience, jenis kelamin dan latar belakang kehidupan sosial siswa. • Pupil properties, segala seuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki oleh siswa.  Faktor sarana dan prasarana Sarana adalah segala sesuatu yang secara langsung mendukung kelancaran proses pembelajaran. Sedangkan prsarana adalah segala sesuatu yang tidak langsung mendukung kelancaran proses pembelajaran. Terdapat beberapa keuntungan bagi lembaga pendidikan yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu: • Dapat menumbuhkan motivasi dan gairah guru dalam mengajar • Dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar.  Faktor lingkungan Dilihat dari lingkungan, ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu: • Faktor organisasi kelas Faktor ini meliputi jumlah siswa dalam suatu kelas. organisasi kelas yang terlalu besar kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran, sehingga kelas cenderung: a. Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa sehingga waktu yang tersedia semakin sempit. b. Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan semua sumber daya yang ada. c. Kepuasan belajar siswa cenderung akan menurun d. Perbedaan individu antar anggota akan semakin nampak, sehingga akan semakin sukar mencapai kesepakatan. e. Anggota kelompok yang terlalu banyak cenderung akan memaksa sebagian besar siswa menunggu. f. Anggota kelompok yang terlalu banyak cenderung siswa kurang aktif dan berpartisifasi dalam belajar. • Faktor iklim sosial-psikologis Faktor sosial-psikologis adalah keharmonisan hubungan antar orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim ini terjadi secara internal (dalam sekolah ) dan eksternal (dengan dunia luar sekolah). C. FUNGSI-FUGSI SISTEM Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, diperlukan berbagai fungsi yang beraktivitas. Misalnya seorang manusia agar dapat hidup dan menunaikan tugasnya di dalam dirinya diperlukan adanya fungsi koordinasi dan penggerak, fungsi pernafasan, fungsi perencanaan makanan, fungsi peredaran darah, fungsi penginderaan, fungsi perlindungan terhadap penyakit dan berbagai bahaya, serta fungsi pembiakan dan lain-lain. D. KOMPONEN-KOMPONEN SISTEM Komponen-komponen system dalam pembelajaran terdiri dari : 1. Siswa Proses pembelajaran pada hakekatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga siswa harus dijadikan sebagai pusat dari segala kegiatan. 2. Tujuan Tujuan adalah komponen terpenting dalam pembelajaran setelah komponen siswa sebagai subjek belajar. Dalam dunia pendidikan, persoalan tujuan merupakan persoalan tentang visi dan misi lembaga pendidikan itu sendiri. Tujuan yang lebih umum diturunkan kepada tujuan yang lebih spesifik. Tujuan khusus yang direncanakan guru meliputi:  Pengetahuan, informasi, serta pemahaman sebagai bidang kognitif.  Sikap dan apresiasi sebagai bidang afektif  Berbagai kemampuan sebagai bidang motorik 3. Kondisi Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar siswa dapat mencapai tujuan khusus seperti yang telah dirumuskan. Pengalaman belajar harus mendorong siswa supaya aktif baik secara fisik maupun nonfisik. 4. Sumber-sumber belajar Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar, yang meliputi lingkungan fisik dan fersonal. Desainer harus mampu menentukan sumber belajar apa dan bagaimana cara memanfaatkannya. 5. Hasil belajar Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Tugas utama dalam hal ini adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. E. INTERAKSI ATAU SALING BERHUBUNGAN Semua komponen dalam system pembelajaran haruslah saling berhubungan satu sama lain. Misalnya dalam proses pembelajran disajikan penyampaian pesan melalui media atau alat, seperti infocus, maka diperlukan adanya aliran listrik untuk membantu dalam proses belajar tersebut. F. PENGGABUNGAN YANG MENIMBULAKAN JARINGAN KETERPADUAN Penggabungan yang menimbulakan keterpaduan ini berdasar pada hokum Gestallt yang menyatakan bahwa suatu keseluruhan itu mempunyai nilai atau kemampuan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan jumlah bagian-bagian dalam kaitan dengan kegiatan pembelajran,, para guru berusaha menjalin keterpaduan antara sesama guru. G. PROSES TRANSFORMASI Semua sistem mempunyai misi untuk mencapai suatu meksud atau tujuan tertentu. Untuk itu diperlukan suatu proses yang mengubah masukan (input) menajdi hasil (output). SEPULUH LANGKAH MENDESAIN PEMBELAJARAN MENURUT DICK AND CARREY Model Dick – Carey adalah model desain Instruksional yang dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini adalah salah satu dari model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain Instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan. Model Dick – Carey tertuang dalam Bukunya The Systematic Design of Instruction edisi 6 tahun 2005. Perancangan Instruksional menurut sistem pendekatan model Dick & Carey terdapat beberapa komponen yang akan dilewati di dalam proses pengembangan dan perencanaan tersebut. Model Dick and Carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan kata lain, system yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya. Model ini termasuk ke dalam model prosedural. Langkah–langkah Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey adalaah : 1. Identifikasi Tujuan (Identity Instructional Goal(s)). Sebagaimana kita ketahui bahwa tujan akhir pembelajaran adalah tercapainya tujuan umum pembelajarantersebut.Karena itu, setiap perancang harus mempertimbangkan secara mendalam tentang rumusan tujuan umum pembelajaran yang akan di tentukannya. Mempertimbangkan secara dalam artinya, untuk merumuskan tujuan umum pembelajaran harus mempertimbangkan karakteristik bidang studi, karakteristik siswa, dalam kondisi lapangan. Dick and carrey(1985) menjelaskan bahwa tujuan pengajar adalah untuk menentukan apa yang dapat di lakukan oleh anak didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Di dalam buku akta mengajar v (Depdikbud, 1982) tujuan pembelajaran sangat penting dalam proses intruksional atau dalam setiap kegiatan belajar mengajar, sebab tujuan pembelajaran yang di rumuskan secara spesifik dan jelas, akan memberikan keuntungan kepada: a. Siswa untuk dapat mengatur waktu, dan pemusatan perhatian pada tujuan yang ingin di capai; b. Guru untuk dapat mengatur kegiatan instruksionalnya, metodenya, dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut; c. Evaliator untuk dapat menyusun tes sesuai dengan apa yang harus di capai oleh anak didik. Rumusan tujuan umum pembelajaran menurut Dick and carrey (1985) harus jelas dan dapat di ukur, terbentuk tingkah laku. Pandangan lain seperti (Uno Hamsah, 1993, juga Miarso, 1984) mengemukakan rumusan pembelajaran yang baik adalah (a) mengunakan istilah yang operasional, (b) berbentuk hasil belajar, (c) berbentuk tingkah laku,(d) jelas hanya mengukur satu tingkah laku. Pendapat lain dikemukakan Mudhofir (1990) rumusan tujuan pembelajaran yang baik (a) formulasi dalam bentuk yang operasional, (b) bentuk produk belajar, (c) dalam tingkah laku si pelajar, (d) jelas tingkah laku yang ingin di capai, (e) hanya mangandung satu tujuan belajar, (f) tingkah keluasan yang sesuai, (g) rumusan kondisi pembelajaran jelas dan cantumkan standar tingkah laku yang dapat di terima. Adapun (Degeng, 1989,juga Uno Hamzah, 1993) Mengemukakan ada tiga komponen utama dari suatu rumusan tujuan pembelajaran, yaitu prilaku , kondisi, dan derajat kriteria keberhasilan. Instruksional Development institute (IDI) menambahkan suatu komponen yang perlu lagi dispesifikasikan dalam rumusan tujuan, yaitu sasaran (Audience). Selanjutnya komponen-komponen ini oleh Degeng (1989), Uno Hamzah (1993) untuk lebih mudah mengingatnya di sebut dengan bantuan mnemonik ABCD (Audience, Behavioral, Conditions, dan Degree). 2. Melakukan analisis pembelajaran Dengan cara analisis pembelajaran ini akan diidentifikasikasi keterampilan – keterampilan bawahan (subordinate skills). Jadi, posisi analisis pembelajaran dalam keseluruhan desain pembelajaran merupakan perilaku prasyarat , sebagai perilaku yang menurut urutan gerak fifik yang berlangsumg lebih dulu, perilaku yang menurut proses psikologis muncul lebih dulu atau secara kronologis terjadi lebih awal, sehingga analisis ini merupakan acuan dasar dalam melanjutkan langkah – langkah desain belajar tertentu. Dick and carrey (1985) mengatakan bahwa tujuan pengajaran yang telah diidentifikasi perlu analisis untuk mengenali keterampilan – keterampilan bawahan (subordinate skills) yang mengharuskan anak didik belajar menguasainya dan langkah-langkah prosedural bawahan yang ada harus diikuti anak didik untuk dapat belajar tertentu . Gagne,brigs, dan Wager (1988), tujuan analisis pengajaran adalah untuk menentukan keterampilan-keterampilan yang akan dijangkau oleh tujuan pembelajaran, serta memungkinkan untuk membuat keputusan yang diperlukan dalam urutan mengajar. Adapun atwi suparman (1991), analsisis instruksional adalah proses menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logik dan sistematik. Dengan melakukan analisis pembelajaran ini, akan tergambar susunan perilaku khusus yang paling awal sampai yang paling akhir. Untuk menemukan keterampilan-keterampilan bawahan yang bersumber dari tujuan pembelajaran, digunakan pendekatan hierarki. Mengapa harus menggunakan pendekata hierarki, karena anak didik dituntut harus mampu memecahkan masalah atau melakukan kegiatan informasi yang tidak dijumpai sebelumnya, seperti mengklasifikasi dengan ciri-cirinya, menerapkan dalil atau prinsip untuk memecahkan masalah. Menganalisis subordinate skills sangatlah diperlukan, karena iapabila ketermapilan bawahan yang seharusnya daka dikuasai tidak diajarkan, maka banyak anak didik tidak akan memiliki latar belakang diperlukan untuk mencapai tujuan , dengan demikian pembelajaran menjadi tidak efektif. Sebaliknya, apabila keterampilan bawahan yang berlebihan, pembelajaran akan memakan waktu yang lebih lama sebagaimana mestinya, dan ketermapilan yang tidak perlu diajarkan malah mengganggu anak didik dalam belajar menguasai keterampilan yang diperlukan. Cara ynag digunakan untuk mengidentifikasi subordinate skills dengan cara memilih keterampilan bawahan yang berhubungan langsung dengan ranah tujuan pembelajaran. Biasanya untuk maa kuliah atau mata pelajaran tertentu keseluruhan tujuan merupakan keterampilan intelektual. Tekntik analisis keterampilan bawahanya menggunakan pendekatan hierarki, yaitu dengan memilih apa yang harus diketahui dan dilakukan oleh anak didik, sehingga denagan usaha pembelajaran sedikit mungkin untuk dikuasai atau dipelajari atau dikuasai melalui belajar. 3. Mengidentifikasi Tingkah Laku Masukan dan Karekteristik Mahasiswa Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakterisitik siswa sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas perseorangan untuk dapat dijadikan sebagai petunjtu dalam mempreskripsikan strategi pengolahan pembelajaran. Aspek-aspek yang diungkap dalam kegiatan ini berupa bakat, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir, minat, atau keterampilan awal. Untuk mengungkap kemamouan awal mereka dapat dilakukan dengan pemberian panduan kurikulum. Adapun minat, motivasi, kemampuan berpikir, gaya belajar, dan lain-lainya dapat dilakukan dengan bantuan tes buku yang telah dirancang para ahli. Misalnya tes gaya belajar bisa menggunakan tes yang dibuat oleh keffe, (1992), tes berfikir formal menggunakan tes menurut piaget(1978) yang sudah pernah dilakukan di AS. 4. Merumuska Tujuan Performansi Menutut dick and carrey (1985) menyatakan bahwa tujuan performansi terdiri atas: (1) Tujuan harus menguraikan apa yang akan dpat dikerjakan, atau diperbuat oleh anak didik. (2) Menyebutukan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat, yang hadir pada waktu anak didik berbuat. (3) Menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksud pada tujan. 5. Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan Tes acuan patokan terdiri atas soal-soal yang secara langsung mengukur istilah patokan yang dideskrpsikan dalam suatu pernagkap tujuan khusus. Istilah patokan (criterion) dipergunakan karena soal-soal tes merupakan rambu-rambu untuk menentukan kelayakan penampilan siswa dalam tujuan, keberhasilan siswa dalam tes ini menentukan apakah siswa telah mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan atau belum, tes acuan patokan (criterion-referenced test) disebut juga tes acuan tujuan (objective-referenced test). Bagi seorang perancang pembelajaran harus mengmbangkan butir tes acuan patokan, karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk: (1) Mendiagnosis dan menempatkannya dalam kurikulum; (2) Mendorong hasil belajar dan menemukan kesalahan pengertian, sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum pembelajaran dilanjutukan; (3) Menjadi dokumen kemauan belajar; Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, dick and carrey (1985), merekomendasikan 4 (empat) macam tes acuan patokan yaitu : (1) Test entry behaviors merupakan tes acuan patokan untuk mengukur keterampilan sebagaimana adanya pada permulaan pembelajaran; (2) Pretes merupakan tes acuan patokan yang berguna bagi keperluan tujuan yang telah dirancang sehinnga diketahui sejauh mana pengetahuan anak didik terhadap semua keterampilan yang berada diatas batas, yakni keterampilan prasyarat. Maksud dari pretes ini bukanlah untuk menetukan nilai akhir(perolehan belajar) tetapi lebih mengenai profil anak didik berkenaan analisis pembelajaran. Tes sisipan merupakan tes acuan patokan yang melayani dua fungsi penting, yaitu (1) mengetes setelah satu atau dua tujuan pembelajaran diajarkan sebelum pascates, (2) untuk mengetes kemajuan anak didik, sehingga dapat dilakukan perbaikan (remedial) yang dibutuhkan sebelum pascates yang lebih formal. Pascates atau postes; merupakan tes acuan patokan yang menakup seluruh tujuan pembelajaran yang mencerminkan tingkat perolehan belajar sehingga dengan demikian dapat diidentifaksi bagian-bagian mana di antara tujuan pembelajaran yang belum tercapai. Misalnya diterapkan pada mata kuliah perencanaan pengajaran, maka untuk melaksanakan tes entry behavioral dilaksanakan bersama-sama dengan ptites, mengapa? Hal ini didasarkan pada dua alternatif, yaitu (1) kedua tes tersebut sejauh mana keterampilan yang dimilki si belajar sebelum pembelajaran dimulai, sehingga bagi perancang dapat ditentukan star awal pembelajaran-nya; (2) jam yang tersedia menurut kurikulum sangat terbatas mengingat jumlah sks-nya hanya 3, sehingga jika dilakukan secara terpisah dianggap merugikan jam pembelajaran. Untuk keperluan pascatest, mengapa? Hal ini disebabkan oleh 1) mata kuliah perencanaan pembelajaran mempunyai pascatest 30 soal. Sebagian besar tes tersebut adalah informasi verbal, sehingga si belajar ( mahasiswa) harus mengingat sejumlah konsep untuk keperluan pesintesian jawaban, dalam hal ini apabila dilakukan satu kali diperhitungkan waktu yang tersedia (100 menit) tidak cukup. Mengapa bentuk soal yang dibuat untuk keperluan pascates berbentuk essay? Hal ini sesuai dengan mata kuliah perencanaan pembelajaran yang telah ditentukan pada kurikulum, yaitu menganalisis, sehingga soal yang cocok untuk keperluan menganalisis adalah soal dengan bentuk esay. Untuk mempelajari masing-masing pokok bahasan mata kuliah perncanaan pengajaran dapat dilakukan secara terpisah tanpa tergantung pada bahasan pokok yang lain, sehingga pascates dapat dilakukan 3(tiga) kali, lebih baik jika dilakukan setiap satu pokok bahasan selesai diajarkan jika waktu yang tersedia pada kurikulum memungkinkan. 6. Mengembangkan strategi pembelajaran Dalam strategi pembelajaran, menjelaskan komponen umum siswa suatu perangkat material pembelajaran dan mengembangkan materi secara prosedural haruslah berdasarkan karakreristik siswa. Karena material pembelajaran yang dikembangkan, pada akhirnya dimaksudkan untuk membantu siswa agar memperoleh kemuduahan dalam belaja. Untuk itu sebelim dikembangkan materi perlu dilihat kembali karakteristik siswa. Dalam tulisan lain dianjurkan melihat pula karakteristik materi. Dick dan carrey (1985), mengemukakan bahwa dalam perencanaan dalam satu unit pembelajaraan ada tiga tahap, yaitu (1) mengurutkan dan merumpunkan tujuan kedalam pembelajaran;(2)merencanakan pembelajaran,pengetesan, dan kegiatan tidak lanjut;(3) menyusun alokasi waktu berdasarkan strategi pembelajaran. Mengapa harus mengurutkan dan merumpunkan kedalam pembelajaran? Karena untuk mengembangkan material pembelajaran, menilai material yang ada, merevisi material, dan merencanakan pembelajaran . dengan mengurutkan tujuan ke dalam pembelajaran dapat lebih bermakna bagi isi belajar. Komponen-komponen hasil belajar terdiri atas; (a) kegiatan pra pembelajaran, (b) penyajian informas, (c) peran serta mahasisw,(d) pengetesan, dan (e) kegiatan tindak lanjut. a. Kegiatan prapembelajaran Mengapa harus ada kegiatan prapembelajaran? Kegiatan pra pembelajaran dianggap penting karena dapat memotivasi anak didik atau (mahasiswa) untuk mempelajari mata kuliah perencanaan pembelajaran misalnya. Disamping dapat memotivasi juga mereka akan dapat petunjuk-petunjuk yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran, sehingga pada akhir perkuliahan si belajar ( mahasiswa ) mampu mengusainya. b. Penyajian informasi Mengapa harus ada penyajian informasi? Karena dengan adanya penyajian informasi, anak didik ( siswa atau mahasiswa ) akan tahu seberapa jauh material pembelajaran yang harus meraka pelajari, disajikan sesuai dengan urutannya keterlibatan mereka dalam setiap urutan pembelajaran. c. Peran serta mahasiswa Mengapa peran serta si belajar ( siwa atau mahasiswa ) dianggap penting? Anak didik harus diberikan kesempatan berlatih( terlibat ) dalam setiap langkah pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran, apakah itu dalam bentuk tanya jawab atau mengerjakan soal-soal latihan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kertas-kertas kerja, baik perorangan maupun kelompok setelah diberi komentar atau penilaian oleh dosen dikembalikan sebagai umpan balik untuk mereka terhadap apa yang telah dikerjakan. Semakin terlibat si belajar pada setiap kegiatan pembelajaran, diharapkan semakin baik perolehan belajar anak didik ( siswa atau mahasiswa) tersebut. Demikian juga halnya keterlibatan pembelajaran dalam dalam hal pemberian umpan balik tugas-tugas anak didik ( siwa atau mahasiswa). d. Pengetesan Untuk keperluan pengetesan ada empat macam tes acuan patokan yang dapat digunakan, yaitu :(1) tes tingkah laku masukan;(2) prates;(3) tes sisipan; dan (4) pascates. Apakah perlu keempat macam tes acuan patokan tersebut perlu dilakukan, karena sesuai dengan fungsinya akan memberikan umpan balik bagi pengajar untuk memperbaiki, merevis, baik material pembelajaran, strategi, maupun strategi pengetesan. e. Kegiatan tindak lanjut Apakah kegiatan tindak lanjut harus dilakukan? Mengapa? Karena rancngan pembelajaran dalam mata kuliah atau mata pelajaran tertentu dapat dikuasai seluruhnya oleh anak didik ( siswa atau mahasiswa) diukur pada penguasaan psacates. Dalam hal ini jika di bawah 80%, kepada mereka diberikan remedial dan tugas, kemudian diuji kembali sampai dinyatakan lulus. Bagaimana dengan si belajar (siswa atau mahasiswa) yang telah dinyatakan lulus? Bagi mereka yang sudah lulus, sementara yang lainya belum, maka kepada mereka akan diberikan bahan pengayaan( remedial ). Mengapa harus ada penetapan alokasi waktu? Hal ini dimaksudkan agar menjadi pedoman bagi pengajar dalam melaksanakan pembelajaran ( tatap muka ) sehingga tidak menyimpang dari alokasi waktu yang telah ditetapkan. Setiap tatap muka terdiri atas 100 menit dengan rincian waktu; (i) pembukaan + penyajian informasi = 45 menit;(ii) tanya jawab atau diskusi = 30 menit;(iii) penyimpulan hasil diskusi oleh guru atau dosen = 25 menit. Jumlah pertemuan = 16 kali meliputi penyajian, diskusi, pnegetesan, dan remedial. 7. Mengembangkan dan memilih material pembelajaran Dick and carrrey (1985) menyarankan ada tiga pola yang dapat diikuti oleh pengajar untuk merencang atau menyampaikan pembelajaran, yaitu sbb. (1) Pengajar merancang bahan pembelajaran individual, semua tahap pembelajaran dimasukkan ke dalam bahan, kecuali prates dan pascates. (2) Penagar memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi pembelajaran. Peran pengajar akan bertambah dalam menyampaikan pembelajaran. Beberapa bahan mungkin saja disampaikan tanpa bantuan pengajar, jika tidak ada, pengajar harus memberi penjelasan. (3) Pengajar tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi pembelajaranya yang telah disusunya. Penegajar menggunakan strategi pembelajaranya yang telah disusunnya. Pengajar mengguanakan strategi pembelajarannya sebagai pedoman termasuk latihan dan kegiatan kelompok. Kebaikan dari strategi ini adalah pengajar dapat segera memperbaiki dan memperbarui pembelajaran bila terjadi perubahan isi. Adapun kerugiannya adalah sebagian besar waktu tersita untuk menyampaikan informasi, sehingga sedikit sekali waktu untuk membantu anak didik . Untuk keperlian program pengembangan mata pelajaran atau mata kuliah, misalnya mata kuliah perencanaan pembelajaran, khususnya untuk material pembelajarannya dipilih dari beberapa buku yang sesuai dengan keperluan pembelajaran mata kuliah tersebut. Sebagai contoh, salah satu buku yang diambil adalah buku yang disusun oleh Dr. Nyoman Sudana Degeng tentang pengembengan desain instruksioanal. 8. Mendesain dan melaksanakan Evaluasi Formatif Mengapa evaliasi formatif perlu dilakukan? Karena evaluasi adalah salah satu langkah dalam mngembangkan desain pembelajaran yang berfungsi untuk mengumpulkan data untuk perbaikan pembelajaran. Dengan kata lain karena melalui evaluasi formatif dan ditemukan berbagai kekurangan yang terdapat kegiatan pembelajaran, sehingga kekurangan-kekuranagan tersebut dapat diperbaiki. Menurut dick and carrey ( 1985), ada tiga fase pokok penilaian formatif, yaitu (1) fase perorangan atau fase klinis. Pada fase ini perancang bekerja dengan siswa secara perorangan untuk memeperoleh d data guna untuk menyempurnakan bahan pelajaran. Data yang dimaksud di sini biasanya kesalahan-kesalahan. (2) fase kelompok kecil, yaitu sekelompok siswa yang terdiri atas delapan sampai sepuluh orang merupakan wakil cerminan populasi sasaran mempelajari bahan secara mandiri, dan kemudian diuji untuk memperoleh data yang diinginkan. (3) fase uji lapangan. Boleh diikuti oleh banyak siswa; sering 30 orang sudah mencukupi. Tekanan dalam uji coba lapangan ini adalah pada pengujian prosedur yang diperlukan untuk memberlakukanpembelajaran itu dalam suatu keadaan yang sangat nyata mungkin. Mengapa melakukan evaluasi kelompok kecil? Hal ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan perubahan yang telah dibuat, dan untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi anak didik jika menggunakan bahan tersebut. Mengapa uji coba lapangan perlu dilaksanakan? Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah perubahan- perubahan yang telah dibuat dari hasil penilaian perseorangan dan penilaian perseorangan dan penilaian kelompok kecil efektif jika digunakan dalam keperluan pembelajaran. 9. Merevisi Bahan Pembelajaran Mengapa merevisi bahan pembelajaran perlu dilakukan? Untuk menyempurnakan bahan pembelajaran sehingga lebuh menarik, efektif bila digunakan dalam keperluan pembelajaran, sehingga memudahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk dapat merevisi pembelajaran sesuai dengan data yang diperoleh dari evaluasi formatif, yaitu penilaina perseorangan, penilaian kelompok kecil, dan hasil akhir uji coba lapangan Dick and Carrey (1985) mengemukakan ada dua revisi yang perlu dipertimbangakan, yaitu (1) revisi terhadap isi atau subtansi bahan pembelajaran agar lebih cermat sebagai alat ajar, (2) revisi terhadap cara-cara yang dipakai dalam menggunakan bahan pembelajaran. Untuk keperluan bahan pembelajaran ada empat macam keterangan pokok yang menjadi sumber dalam melakukan revisi, yaitu ( 1 ) ciri anak didik dan tingkah laku masukan; ( 2 ) tanggapan langsung terhadap pembelajaran termasuk tes sisipan; ( 3 ) hasil pembelajaran pascates; ( 4 ) jawaban terhadap kuisioner. 10. Mendesain dan melaksanakan Evaluasi sumatif Mengapa perlu dilaksnakan evaluasi sumatif? Karena melalui evaluasi sumatif dapat ditetapkan dan diberikan nilai apakah suatau desain pembelajaran, di mana dasar keputusan penilaian di dasarkan pada keefektifan dan efisiansi dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, evaluasi sumatif diarahkan pada keberhasilan pencapaian tujuan yang telah di tetapkan, yang diperlihatkan oleh unjuk kerja siswa. Apa bila semua tujuan sudah dapat dicapai, efektivitas pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam mata pembelajaran tertentu dianggap berhasil dengan baik. Demikian pula jika keberhasilan siswa dicapai dalam rentangan waktu yang relatif pendek, maka dari segi efisiensi pembelajaran dapat dicapai. Dan terakhir, jika dengan rancangan pembelajaran ini mungkin dengan memberlakukan strategi yang baik, aktivitas belajar siswa meningkat, maka dari segi keberhasilan pada daya tarik pengajaran dapat dicapai. Dapatkah hal ini kita lakukan, semuanya terpeluang kepada guru yang merencanakan pembelajaran. 2. Tujuan penggunaan model belajar Dick and Carrey Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar : (1) pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (2) adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, (3) menerangkan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar